Pope's Mitre Global Katolik: Orang Katolik Wajib Menikah di Gereja Katolik

Minggu, 27 April 2014

Orang Katolik Wajib Menikah di Gereja Katolik

Setiap orang Katolik wajib menikah di Gereja Katolik. “Mengapa”?. Dalam Sakramen
Perkawinan, seorang laki-laki yang dibaptis Kristiani saling bertukar janji dengan seorang
perempuan yang dibaptis Kristiani. Di hadapan Allah yang Mahakuasa, mereka saling
menjanjikan satu sama lain suatu kasih yang setia, tetap, eksklusif, berkurban diri dan memberi
hidup. Melalui perkawinan, pasangan sekarang masuk ke dalam suatu status hidup yang baru di
hadapan publik, baik di mata Gereja maupun masyarakat; sebab itu, “maka tepat bahwa
perkawinan secara publik dilaksanakan dalam kerangka perayaan liturgi di depan imam (atau di
depan saksi yang diberi kuasa oleh Gereja untuk maksud tersebut), di depan para saksi
perkawinan dan di depan jemaat beriman” (Katekismus Gereja Katolik, No. 1663).

Berdasarkan pemahaman ini, seorang Katolik (entah dibaptis sebagai seorang Katolik atau
kemudian masuk ke dalam Gereja Katolik setelah dibaptis di suatu denominasi Kristen lainnya)
terikat untuk menikah dalam Gereja Katolik. Gereja, di mana orang menerima Pembaptisan dan
Penguatan, menyambut Komuni Kudus dan mengaku iman, haruslah Gereja di mana orang itu
menikah. Dengan demikian, entah seorang Katolik menikah dengan seorang Katolik atau
seorang yang dibaptis Kristen non-Katolik (atau bahkan seorang yang tidak dibaptis), merupakan
suatu pengharapan yang normal dan wajar jika perkawinannya dilangsungkan dalam Gereja
Katolik dan anak-anaknya dididik dalam iman Katolik.

Namun demikian, ketika seorang Katolik menikah dengan seorang yang dibaptis Kristen non-Katolik, keadaan yang wajar dapat terjadi ketika pasangan berkehendak menikah di gereja non-Katolik. Dalam hal demikian, pasangan akan memenuhi prasyarat persiapan perkawinan secara Katolik pada umumnya. Pihak Katolik juga akan menegaskan niatnya untuk tidak meningalkan Gereja Katolik, dan untuk berjanji membaptis serta mendidik anak-anaknya dalam iman Katolik. Pihak non-Katolik akan diberitahu mengenai janji-janji ini, menegaskan memahami janji-janji ini dan berjanji untuk tidak campur tangan dalam pemenuhan janji-janji tersebut. Setelah persiapan dan pernyataan janji-janji ini, imam akan memohon kepada Uskup atas nama pasangan untuk mendapatkan “Dispensasi atas Forma Kanonik,” artinya ijin bagi pasangan untuk menikah di luar Gereja Katolik. Gereja membutuhkan dispensasi sebab Uskup, sebagai gembala keuskupan dan pemelihara jiwa-jiwa, wajib memastikan bahwa pasangan dipersiapkan sebaik mungkin untuk perkawinan dan siap untuk masuk ke dalam mahligai perkawinan yang kudus. Tanpa ijin yang demikian, perkawinan tidak sah di mata Gereja Katolik (bdk Kitab Hukum Kanonik, No. 1124-1125).

Namun demikian, apabila seorang Katolik melangsungkan perkawinan di luar Gereja Katolik tanpa disertai dispensasi, (lagi, entah menikah dengan seorang yang dibaptis Kristen non-Katolik atau seorang yang tidak dibaptis), maka perkawinan ini dianggap tidak sah dan tidak diakui Gereja. Di samping itu, tindakan ini menempatkan orang yang bersangkutan dalam keadaan dosa berat, yang pada gilirannya berarti bahwa ia tidak lagi dapat menyambut Komuni Kudus. Sebagai contoh, apabila seorang Katolik yang menikah entah dengan seorang Katolik atau dengan seorang lainnya memutuskan untuk menikah di suatu gereja lain atau sekedar menurut catatan sipil, maka perkawinan tersebut tidak sah. Meski perkawinan yang demikian memiliki status sah di mata negara, namun tidak di mata Gereja.

Sekedar tambahan: apabila seorang yang dibaptis secara Katolik telah secara resmi mengingkari iman Katoliknya dengan bergabung dengan suatu gereja lain atau dengan suatu pernyataan publik lainnya, maka ia tidak lagi terikat dengan peraturan-peraturan ini sebab secara teknis ia bukan lagi seorang warga Gereja Katolik. Pada intinya, seorang Katolik yang saleh dan tulus hati, sepatutnya rindu untuk menikah dalam Gereja Katolik atau setidaknya mendapatkan ijin yang diperlukan untuk menikah di luar Gereja.

Sebagai seorang pastor, saya heran akan begitu banyak orang yang tak tahu-menahu perihal kewajiban ini. Terlalu banyak pasangan yang terdaftar di paroki sebagai tidak menikah di Gereja. Ketika saya memeriksa untuk melihat bagaimana keadaan ini dapat diperbaiki, saya terkejut mendapati bahwa sebagian dari mereka tidak pernah tahu bahwa mereka wajib menikah dalam Gereja Katolik atau pertama-tama menerima dispensasi yang diperlukan untuk menikah di tempat lain. Yang menyedihkan, sebagian dari mereka ini marah pada kenyataan bahwa Gereja menganggap perkawinan mereka tidah sah dan bahwa mereka harus mengikuti langkah-langkah yang diperlukan demi mensahkan perkawinan mereka, yang terutama menyangkut pembaharuan janji-janji perkawinan di hadapan seorang imam (atau saksi Gereja yang berwenang) dan di hadapan dua orang saksi. Jelas, para pastor, orangtua, dan katekis perlu menekankan pentingnya perkawinan dalam Gereja Katolik kepada mereka yang dipercayakan ke dalam pemeliharaan mereka.

Beberapa tindakan perkawinan yang sebaiknya mendapatkan pelayanan pembaharuan janji pernikahan Katolik adalah sebagai berikut:

1. Orang Katolik yang jelas-jelas melaksanakan pernikahan diluar Gereja Katolik, tanpa ijin atau dispensasi dari Gereja Katolik.
2. Baik itu hanya sipil saja, adat atau siri dan agama non Katolik.
3. Mereka yang diam-diam mengurus perceraian sipil meski perkawinan Katolik belum diputus menikah lagi, (Ini perlu penyelesaian lebih jelasnya hubungi rm. moderator) Karena ia masih terikat dengan perkawinan pertama (gerejani)

Adapun persyaratannya adalah:
1. Menghubungi Ketua lingkungan untuk meminta surat keterangan warga Lingkungan
2. Mengurus surat baptis yang diperbaharui
3. Datang menghadap Romo Paroki

from: ebook Perkawinan Katolik

Tidak ada komentar: